Gunung Tangkuban Perahu adalah Gunung aktif di Jawa Barat yang terletak di antara dua kota. Banyak orang yang mengira letaknya berada di kota Subang atau kota Bandung. Padahal kawasan Gunung Tangkuban Perahu ini mencakup dua kota, Subang dan Bandung.

Aku dan kedua temanku berlibur untuk memuaskan rasa penasaran dan tentu saja bermaksud untuk menikmati panorama Tangkuban Perahu. Kami bertiga menuju ke Gunung yang dikenal dengan cerita legenda Sangkuriang dan Dayang Sumbi.

Table of Contents
Akses Menuju Gunung Tangkuban Perahu
Walaupun agak kesiangan menunggu hujan deras yang mereda,kami bertiga bersiap berangkat. Kami akan menuju tempat dimana sebuah Gunung berdiri kokoh di antara dua kota yang terkenal dengan cerita legendanya.
Berangkat dari penginapan di hotel Patradisa yang terletak di Jalan Wastukancana, kami memesan taksi online saja karena kondisi musim penghujan. Selain itu, agar lebih cepat sampai ke lokasi agar waktu tak terbuang.
Menyusuri Jalanan di Lembang yang berkelok tampak begitu lengang, tak seperti saat akhir pekan. Kami cukup beruntung bisa mengambil jadwal liburan pada saat weekday ini.

Tiket Masuk Gunung Tangkuban Perahu
Lebih dari satu jam lamanya dengan jarak berkisar 29 km, akhirnya kami sampai di gerbang pintu masuk Tangkuban Perahu. Cukup beruntung kami karena memilih menggunakan taksi online, karena tak perlu menunggu mobil omprengan yang mengantar menuju atas.
Kami bertiga beserta pengemudi yang ramah mengantarkan kami menuju ke atas dengan membayar tiket masuk sebesar Rp 80.000 untuk empat orang dan tambahan Rp 20.000 untuk masuk mobil. Kami bertiga tak masalah, karena dari awal perjalanan kami menuju ke lokasi, cukup menyenangkan. Menuju ke atas dengan jalan berkelok, kami menyaksikan pemandangan berupa bukit-bukit hutan.

Pemandangan dari atas Gunung Tangkuban Perahu
Bisa dihitung dengan jari melihat mobil yang terparkir di sekitar Gunung saat kami sampai. Angin dan hawa dingin semakin menusuk saat kami bertiga turun dari mobil. Untungnya kami telah mempersiapkan perlengkapan utama agar tetap hangat, terutama jaket yang tebal.
Gemericik tipis air hujan belum juga nampak reda, namun semangat kami lebih besar untuk menyaksikan panorama indah dari ketinggian. Terlihat ada pohon buatan dan Gazebo yang letaknya dekat pagar pembatas kawah gunung.
Sebelum kami menyaksikan pemandangan kawah, kami melihat pemandangan berlawanan dari kawah. Pemandangan bangunan yang dijadikan tempat makan dan pusat oleh-oleh beserta rimbunnya pepohonan hijau, jelas bisa kami lihat dari atas.

Ada tiga Kawah di Gunung Tangkuban Perahu
Kawah Ratu
Kami bertiga langsung disuguhkan pemandangan menakjubkan di Gunung Tangkuban Perahu. Yups, keindahan yang memukau dari Kawah Ratu yang berwarna putih. Kawah Ratu adalah kawah yang paling populer dan paling besar di antara dua kawah yang lain. Aksesnya juga mudah dijangkau oleh kendaraan, baik motor, mobil bahkan bus.

Meski dikelilingi kabut tebal dan gerimis hujan belum juga reda, namun keindahan Kawah Ratu masih tetap memesona, apalagi saat aku memejamkan amat sembari menikmati semilir angin.
Kawah Domas
Kalau Kawah Ratu berbentuk Cekungan, Kawah Domas memiliki bentuk yang agak datar. Letaknya tak begitu jauh dari Kawah Ratu. Di Kawah Domas ini, terdapat sumber-sumber air panas yang tersebar di area kawah.
Di Kawah Domas ini, sumber airnya bisa untuk merendam kaki dan sumber air panas yang lainnya bisa dipakai untuk merebus telur!
Kawah Upas
Sayangnya kami bertiga tak bisa mengunjungi Kawah Upas karena kondisi cuaca. Demi keamanan, karena menuju ke Kawah Upas harus melakukan trekking jalur pasir yang terjal. Jika ingin bepergian ke Kawah Upas, disarankan menggunakan jasa pemandu wisata untuk menunjukan rute dan menghindari hal-hal yang tak diinginkan.
Daun Manarasa di sekitar kawah
Ada satu hal lainnya selain Kawah Ratu yang membuatku tertarik. Adalah tanaman yang daunnya berwarna hijau dengan pucuknya kemerah-merahan. Aku berpikir tanaman ini bisa tahan dengan kondisi cuaca dingin dan bisa tumbuh di kawasan kawah yang mengeluarkan aroma belerang.

Warga sekitar menyebut tanaman ini dengan nama Manarasa. Konon, menurut legenda kepercayaan masyarakat sekitar, daun dari tanaman ini dimakan oleh Dayang Sumbi. Dayang Sumbi memakan daun Manarasa untuk membuatnya awet muda.
Rasanya ingin kupetik dan ingin kumakan daun Manarasa itu, kalau saja tau lebih awal tentang cerita legenda itu. Namun tetap saja, aku bahkan tak berani menyentuh tanaman itu, mengingat pesan yang entah kuingat dari mana datangnya, tak boleh sembarang saat di Gunung.
Menu makanan dan Souvenir

Kami memutuskan untuk istirahat sejenak dan menghangatkan diri. Tak jauh dari parkiran, kami pergi untuk menikmati makanan dan minuman hangat.
Ada berbagai pilihan tempat makan di Gunung Tangkuban Perahu. Mulai dengan restoran, makanan khas sunda, hingga warkop dan pedangang kaki lima. Kami bertiga memesan mi rebus dan bandrek susu untuk menghangatkan diri.
Harga satu porsi mi rebus campur dengan telur adalah Rp 10.000. Sementara untuk satu gelas bandrek adalah Rp 5.000 dan 7.000 jika ditambahkan susu.
Di sekitar warung makan, juga berjejer berbagai toko-toko souvenir. Souvenirnya beragam, mulai dari baju, topi, tas, tali gelang, hingga botol yang berisi belerang.
Menikmati lebih dekat bukit-bukit hutan

Setelah puas menikmati pemandangan di Gunung Tangkuban Perahu, kami bersiap menuju tujuan selanjutnya di Cikole. Namun, menuju gerbang pintu masuk utama, kami memutuskan untuk jalan kaki, untuk melihat pemandangan bukit-bukit hutan.
Sebenarnya ada alasan lain yang membuat kami memutuskan untuk jalan. Karena ongkos turun gunung yang mahal, mematok Rp 50.000 untuk satu orang! Mungkin pengemudi juga melihat kondisi sekitar dan saat itu dirinya menganggap akan diuntungkan jika mematok harga tersebut.
Dengan berjalan kaki, otomatis kami pun melihat lalu lalang kendaraan naik turun. Di dalam kendaraan yang lalu lalang, entah sudah berapa banyak orang yang melihat kami bertiga. Mungkin mereka berpikir mengapa kami bertiga jalan kaki, apa kekurangan ongkos pulang?
Perjalanan kembali ke penginapan
Hal yang menarik lain ternyata masih bisa ditemui setelah hampir seharian menikmati keindahan Gunung Tangkuban Perahu. Cukup melelahkan perjalanan menuruni Gunung dengan berjalan kaki, kurang lebih hampir setengah jam dengan jarak berkisa 2 Km.

Saat sampai di pintu masuk, kami bertanya tentang angkutan umum yang menuju daerah Cikole pada petugas loket. Namun, jawaban petugas loket agak membuat kami membuang napas panjang. Angkutan umum sangat jarang ada yang lewat!
Selama kurang lebih satu jam, akhirnya kami bertiga baru bisa mendapatkan tumpangan menuju Cikole dengan modal jempol. Selama itu, kami mengangkat jempol pada mobil bak maupun truk yang melintas dalam keadaan muatan kosong.
Butuh waktu sekitar setangah jam untuk sampai di Cikole. Kami mengucapkan terima kasih kepada pengemudi mobil bak yang tanpa pamrih mengantarkan kami. Di Cikole, kami berharap bisa menikmati keindahan hutan pinus dan pesona bangunan bambu di sana.
Namun sayangnya Cikole sedang tutup karena cuaca buruk. Mau bagaimana lagi, perjalanan kami hari ini berakhir dan lekas kembali ke penginapan. Kali ini, kami kembali ke penginapan menggunakan angkutan umum dengan trayek Stasiun Hall-Lembang.
Meski kami hanya bisa mengunjungi Gunung Tangkuban dan batal untuk lanjut ke Cikole, perjalanan ini tetap menyenangkan sekaligus berkesan!
Saran
Perisiapkan perlengkapan seperti jaket tebal, masker atau buff, kacamata dan sepatu. Jaket tebal melindungi dari hawa dingin, sementara buff melindungi dari aroma belerang. Kacamata hanya pelengkap saja, tapi bisa digunakan agar angin yang cukup kencang gak mengganggu penglihatan.

Sementara sepatu wajib digunakan agar mudah melintasi medan-medan berpasir dan berbatu jika melakukan trekking.
Disarankan berkunjung ke Gunung Tangkuban perahu pada bulan April-Oktober musim kemarau, karena cuaca di Gunung sedang bagus. Sebelum merencakan, jangan lupa untuk cari info mengenai aktivitas vulkanik dari Gunung Tangkuban Perahu terlebih dahulu.